IBU PAHLAWANKU



SELAMAT JALAN IBU
Rasanya aku masih baru dilahirkan di dunia ini. Apa yang aku berikan kepada ortu rasanya masih kurang sekali. Terutama….. pada ibuku tercinta. Seorang pahlawan bagiku yang tak pernah mengharapkan balasan apapun dariku. Oh iya…..Biar lebih mudah, panggil saja namaku EL.
Saat itu, waktunya aku untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi yaitu jenjang perguruan tinggi. Akhu minta izin  kepada ortu untuk melanjutkan sekolah di salah satu perguruan tinggi negeri di Bogor.
 Ibu, Bapak, bolehkah anakmu ini melanjutkan kuliah disana??? “pintaku”
Ibu berkata, “Boleh saja yang penting EL tetap semangat apapun yang terjadi harus siap apapun itu keadaannya.”
Beberapa minggu kemudian, pengumuman hasil ujian tes diumumkan. Apa hasilnya??? Terima kasih ya ALLAH aku diterima dengan hasil sesuai dengan apa yang aku harapkan selama ini.
Ibu menghampiriku dan memelukku, “selamat EL apa yang kamu inginkan selama ini dapat kamu raih,” kata Ibu.
Tapi, saat aku melihat raut wajah ibuku, beliau tampaknya murung tak senang mendengar kabar yang aku sampaikan. Sejenak aku terdiam dan tak berani menanyakan perihal apa yang terjadi pada ibu.
Keesokan harinya, semua anggota keluargaku berkumpul di ruang makan sambil menikmati hidangan yang dibuat ibu seperti hari-hari biasanya. Namun, hari ini suasana tampak berbeda. Semua tatapan mengarah kepadaku, terutama ibuku. Dalam hatiku  bertanya-tanya, apa sich yang sebenarnya terjadi ???? Tak lama kemudian, ibu duduk disamping kursiku. Dengan suara ibu yang lirih, aku mencoba mendekat dan mendengarkan apa yang akan diberitahukan kepadaku .
“EL, sebenarnya ibu terdiagnosa penyakit kanker otak dan ibu baru mengetahuinya setelah kamu mengikuti ujian test di Bogor. Maafkan Ibu karena baru memberitahukan kabar ini sekarang,” kata ibu.
  Betapa kagetnya aku mendengar kabar yang tak pernah aku bayangkan sedikit pun dalam benakku. Kanker otak sebuah penyakit yang mematikan, dan salah satu cara untuk menyembuhkannya adalah dengan cara operasi, meskipun itu belum tentu berhasil.
Aku tak kuasa mendengar kabar itu. Segera aku beranjak dari tempat dudukku tanpa mengucapkan sepatah katapun pada ibuku. Aku menangis tak tahu apa yang harus aku pilih dan aku lakukan. Ibuku tak jadi mengizinkan aku sekolah disana. Rasanya, kecewa mendengar keputusan Ibu!! Kenapa Ibu sakit (hal bodoh yang terlintas dalam benakku). Sungguh sulit untuk menerima kenyataan bahwa ibuku terdiagnosa kanker otak.
Hari berganti hari, aku mulai ikhlas menerima semua ini meskipun aku tidak jadi melanjutkan di universitas impianku. Aku tak ingin menjadi anak yang durhaka karena aku lebih mementingkan keinginanku untuk sekolah. Mungkin, saat inilah aku sedang diuji oleh sang Kholik. Sebagai anak aku harus bisa memberi support dan doa buat kesembuhan ibuku, mungkin itu belum cukup dengan apa yang ibu derita sekarang.
Tak terasa sakit yang diderita ibu semakin parah. Tak dapat berjalan, tak dapat merasakan nikmatnya makan dan tak mampu lagi untuk berucap. “Innalillahi Wainna Illaihi Roji’un, Ibuku telah di panggil telebih dahulu oleh sang Kholik. Air mata tak kuasa mendengar kalimat itu. Aku telah ditinggal selama-lamanya oleh Ibu. Sebuah kata dari ibu yang tak kan pernah aku lupakan “EL, jadilah anak yang selalu berbakti kepada Bapak dan buktikan kepada Ibu kalau kamu BISA meraih cita-citamu untuk dunia dan akhiratmu.”
Tak pernah terpikirkan secepat itukah, Ibuku pergi??!! Rasanya aku masih bersalah kepada Ibuku, apa yang aku berikan selama ini tak ada artinya dengan apa yang diberikan ibu yang telah mengandungku selama 9 bulan lebih.
 Maafkan anakmu ini Ibu. Terima kasih atas semua yang Ibu berikan selama ini. Semoga aku bisa menjalankan amanah Ibu dengan baik dan tak lupa doaku selalu untuk Ibu. Selamat jalan Ibu. ………….

0 komentar:

Posting Komentar